Bagian I; Darah yang Keluar dari Vagina
Darah yang
keluar dari vagina adakalanya berupa darah haidh, nifas dan istihadhah. Setiap
macam darah ini mempunyai definisi sendiri yang menjadikan ia berbeda dengan
yang lain.
A.
Haidh
1.
Definisi
Haidh
Definisi haidh
menurut istilah syariat adalah darah tabiat (pembawaan seorang wanita) yang
keluar dari rahim yang paling jauh, keluar dalam keadaan sehat, bukan karena
suatu sebab dan dalam masa waktu tertentu. (Mughnî al-Muhtâj juz 1
halaman 108 dan Niĥayat al-Muhtâj juz 1 halaman 223).
Dari pengertian
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa darah haidh mempunyai 5 unsur:
a.
Darah haidh
adalah darah tabiat. Artinya, adanya darah ini disebabkan oleh tabiat yang
sehat. Dengan kata lain keluarnya darah haidh bukanlah dikarenakan penyakit,
tapi merupakan hal biasa yang terjadi pada semua wanita, bahkan ini merupakan
keadaan yang sehat.
b.
Darah haidh
keluar dari rahim yang paling jauh. Fungsi keluarnya darah haidh adalah untuk
membuang ovum (sel telur yang tidak dibuahi oleh sperma). Dan karena inilah,
mengapa wanita yang telah mengeluarkan darah haidh wajib melakukan mandi besar.
Karena sejatinya ia telah mengeluarkan mani atau ovum.
c.
Darah haidh
keluar dalam keadaan sehat, hal ini berbeda dengan darah istihadhah. Karena
darah istihadhah keluar bukan pada siklus darah haidh, sehingga keluarnya darah
ini dimungkinkan karena terjadi ketidakstabilan organ tubuh alias karena adanya
penyakit.
d.
Darah haidh
keluar bukan karena suatu sebab. Hal ini berbeda dengan darah nifas, karena
darah ini keluar karena sebab melahirkan.
e.
Darah haidh
mempunyai masa waktu tertentu. Yaitu: masa minimum, masa maksimum dan masa
umum. Seperti keterangan yang akan datang.
2.
Dalil
Tentang Haidh
Pertama,
firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah ayat 222:
وَيَسْأَلُوْنَكَ
عَنِ اْلمَحِيْضِ قُلْ
هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوْا النِّسَاءَ فِيْ اْلمَحِيْضِ وَلاَ
تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ
أَمَرَكُمُ اللهُ
“Dan mereka
bertanya kepadamu tentang haidh, katakanlah ia adalah kotoran. Maka jauhilah
para wanita ketika dalam keadaan haidh dan janganlah kalian mendekati mereka
sehingga mereka suci, maka ketika mereka suci, kumpulilah mereka dari sisi yang
telah Allah perintahkan kepadamu.”
Dalam ayat ini
Allah memberitahukan kepada kita bahwa darah haidh adalah najis (قُلْ هُوَ أَذًى). Selanjutnya, Allah menyuruh kepada para suami agar menjauhi
istri-istri mereka ketika dalam masa haidh. Yang dimaksud menjauhi di sini
adalah tidak melakukan sentuhan dengan istri pada anggota badan istri antara
pusar dan lutut. Bukan menjauhi mereka dalam makanan, minuman dan tempat
tinggal. Karena yang demikian ini adalah tradisi Yahudi. Sebagaimana dijelaskan
dalam hadits Nabi:
عَنْ أَنَسٍ
بِنْ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْه قَالَ: إِنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ مِنْهُمْ لَمْ يُؤَاكِلُوْهَا
وَلَمْ يُجَامِعُوْهَا فِي الْبُيُوْتِ, فَسَأَلَ الصَّحَابَةُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ, فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى {وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ} الآيَةَ. فَقَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ: اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ
النِّكَاحَ
.
Dari Anas bin
Malik Ra. berkata bahwa sesungguhnya orang-orang Yahudi ketika mengalami haidh
salah satu wanita diantara mereka, maka mereka tidak bersedia makan bersamanya
dan tidak mau berkumpul dengannya dalam satu rumah. Maka para sahabat bertanya
kepada Nabi Saw., lalu Allah menurunkan ayat وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ
الْمَحِيضِ
(QS. al-Baqarah ayat 222). Selanjutnya Nabi Saw. bersabda: “Lakukanlah
apa saja kecuali nikah.” Sabda Nabi Saw. (إِلاَّ
النِّكَاحَ),
yang dimaksud nikah di sini adalah bersetubuh. (Syarh Shahih Muslim juz 3
halaman 211).
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كُنْتُ أَشْرَبُ وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صلى الله عليه
وسلم فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي فَيَشْرَبُ, وَأَتَعَرَّقُ
الْعَرْقَ وَأَنَا حَائِضٌ, ثُمَّ أُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صلى الله
عليه وسلم فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِي .
Aisyah Ra. berkata:
“Aku minum dalam keadaan haidh lalu kuberikan minuman tadi kepada Nabi Saw.,
maka beliau meletakkan mulutnya di tempat mulutku. Dan aku menggigit kikil
dalam keadaan haidh lalu kuberikan kikil tadi kepada Nabi Saw., maka beliau
meletakkan mulutnya di tempat mulutku.” Sabda Nabi Saw. (وَأَتَعَرَّقُ الْعَرْقَ) artinya adalah mengambil daging dari kikil dengan gigi. (Syarh
Shahih Muslim juz 3 halaman 210).
وَعَنْهَا
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَتَّكِئُ فِي
حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ ثُمَّ يَقْرَأُ
الْقُرْآنَ.
Aisyah Ra. berkata:
“Nabi Saw. tidur-tiduran di pangkuanku pada saat aku haidh, lalu beliau
membaca al-Quran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya dalam
ayat ini Allah menjelaskan larangan bagi suami untuk menyetubuhi istrinya
ketika ia dalam masa haidh. Namun, ketika nanti darah sudah berhenti dan telah
selesai mandi, maka diperbolehkan bagi suami untuk menggauli istrinya dari sisi
yang telah diperintahkan oleh Allah.
Kedua, hadits
Nabi Saw. kepada Fathimah binti Abi Hubays:
فَإِذَا
أَقْبَلَتْ الْحَيْضَةُ فَدَعِي
الصَّلاَةَ, فَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْك الدَّمَ وَصَلِّي.
“Ketika datang
darah haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan nanti ketika darah sudah berhenti,
basuhlah darah dari (badanmu) dan kerjakanlah shalat.” (Fath
al-Bari juz 1 halaman 149).
3.
Hikmah
Darah Haidh
Ketahuilah bahwa
sesungguhnya darah haidh adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepada
wanita keturunan Adam sebagai cobaan dan ujian. Sebagaimana telah tercantum
dalam hadits shahih:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وآلهِ وسَلَّمَ – فِيْ الْحَيْضِ
– إِنَّ
هَذَا شَيْءٌ كَتَبَهُ اللهُ عَلَى
بَنَاتِ آدَمَ.
Aisyah Ra. berkata
bahwa Rasulullah Saw. bersabda mengenai masalah haidh: “Sesungguhnya ini
adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah kepada wanita keturunan Adam.” (Shahih
Muslim juz 2 halaman 873 hadits no.1211 dan Shahih Bukhari juz 1
halaman 113 hadits no. 290).
Selain
itu, hikmah haidh adalah darah haidh keluar berfungsi untuk megeluarkan sel-sel
telur yang tidak dibuahi oleh sperma. Karena menurut Syaikh Ibrahim al-Bajuri,
mani itu harus dikeluarkan, kalau tidak, akan dapat membayakan. (Hasyiyat
al-Bâjuri juz 2 halaman 90).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar