Selasa, 23 September 2014

A. Mubtada-ah Mumayyizah



Bagian VII; Istihadhah dalam Haidh

Ketika darah keluar sampai melewati masa maksimum haidh, yaitu 15 hari, maka pada kondisi seperti ini seorang wanita mengalami istihadhah, yang mana masa haidhnya bercampur dengan istihadhah. Wanita yang istihadhah adakalanya disebut Mubtada-ah atau Mu’tâdah. Setiap dari Mubtada-ah dan Mu’tâdah, ada yang disebut Mumayyizah atau Ghairu Mumayyizah, dan adakalanya disebut Mutahayyirah. Dan perincian pembahasan semuanya akan dibahas nanti.

Pembahasan berikut masalah yang penting, yaitu masalah bilamana seorang wanita melihat darah selama masa minimum haidh atau lebih, selanjutnya darah berhenti. Lalu keluar lagi setelah 15 hari dihitung dari mulai awal keluarnya darah. Wanita yang mengalami kondisi ini tidak dikatakan mengalami istihadhah, tetapi ia masih mempunyai sisa masa suci. Contoh:

1.      Seorang wanita melihat darah selama  3 hari, lalu berhenti selama 12 hari, selanjutnya keluar lagi selama 3 hari. Maka, darah yang keluar 3 hari terakhir bukanlah haidh, tetapi darah rusak karena untuk menyempurnakan masa minimum suci yang memisah antara 2 haidh, yaitu masa 15 hari (artinya, ia mengalami haidh cuma 3 hari yang awal, sedangkan masa 12 hari berhentinya darah dan juga masa 3 hari keluarnya darah yang terakhir adalah masa suci.

2.      Seorang wanita mempunyai kebiasaan haid 5h hari. Selanjutya, pada saat haidh ia melihat darah selama 3 hari, lalu berhenti selama 14 hari dan keluar lagi selama 4 hari dan terputus. Maka, masa 1 hari dari 4 hari darah terakhir adalah darah rusak (berarti suci dari haidh), karena untuk menyempurnakan masa minimum suci dengan 14 hari berhentinya darah, maka jadilah 15 hari (masa minimum suci). Lalu 3 hari dari 4 hari keluar darah adalah haidh baru. Begitu seterusnya.

Dengan demikian, ketika darah melewati masa 15 hari, maka wanita ini mengalami istihadhah, yang mana masa haidnya bercampur dengan masa istihadhah. Wanita yang mengalami hal ini hukumnya akan dikembalikan pada salah satu dari 7 bentuk wanita yang istihadhah, yaitu: Mubtada-ah Mumayyizah, Mubtada-ah Ghairu Mumayyizah, Mutahayyirah yang lupa waktu dan bilangan, Mutahayyirah yang ingat waktu lupa bilangan, dan Mutahayyirah yang ingat bilangan lupa waktu.

A.    Mubtada-ah Mumayyizah

Yang dimaksud Mubtada-ah adalah wanita yang pertama kali mengeluarkan darah haidh (sebelumnya belum pernah haidh). Sedangkan yang dimaksud Mumayyizah adalah wanita yang dapat mengetahui atau membedakan mana darah yang kuat dan mana darah yang lemah (punya sifat tamyiz)

Mubtada-ah Mumayyizah, darah yang kuat dihukumi haidh. Dan darah yang lemah, walaupun masanya lama, dihukumi istihadhah tetapi dengan beberapa syarat yang akan dijelaskan nanti. Adapun dalil yang  menghukumi darah kuat sebagai haidh dan darah lemah sebagai istihadhah adalah sabda Nabi Saw. kepada Fathimah binti Abi Hubaisy yang sedang istihadhah: “Jika itu adalah darah haidh, maka warnanya hitam yang tampak. Maka jika darahnya seperti itu tinggalkanlah shalat, tetapi jika darahnya  yang lain maka ambilah wudhu dan kerjakanlah shalat karena itu cuma darah otot.” (HR. Abu Dâwud no. 286).

1.      Syarat-syarat Menghukumi Mubtada-ah Mumayyizah dengan Hukum Tamyiz

Mubtada-ah Mumayyizah, bisa dihukumi dengan tamyîz (darah kuat dihukumi haidh dan darah lemah dihukumi istihadhah) apabila telah memenuhi 4 syarat di bawah ini
a)      Darah kuat tidak kurang dari masa minimum haidh, yaitu 24 jam. Apabila kurang, maka ia disebut Ghairu Mumayyizah (statusnya akan dijelaskan nanti).
b)      Darah kuat tidak melebihi masa maksimum haidh. Bila melebihi, maka ia disebut Ghairu Mumayyizah.

Contoh: Seorang wanita mengalami keluar darah selama 21 hari dengan perincian: 3 hari pertama darah hitam, selanjutnya terus keluar darah merah sampai hari ke-21. Maka, wanita ini cuma mengalami haidh pada saat darah kuat saja, yaitu 3 hari. Sedangkan hari ke 4-21 adalah istihadhah karena darahnya lemah.

Perlu diketahui, bahwa wanita Mubtada-ah Mumayyizah pada bulan pertama keluarnya darah mandinya menunggu sampai darah melewati masa 15 hari. Karena apabila ternyata darah berhenti sebelum masa 15 hari, maka semua darah yang keluar dihukumi haidh walaupun warnanya berbeda-beda. Selanjutnya, ia wajib mengqadha shalat yang ditinggalkan ketika darah yang lemah keluar. Kalau pada contoh di atas, ia wajib mengqadha mulai dari hari ke 4-15, karena sebenarnya masa-masa ini bukanlah masa haidh. Sedangkan pada bulan kedua, ia sudah wajib mandi ketika darah berubah dari kuat manuju lemah. Kalau misalnya ia pada bulan kedua mengalami keluar darah seperti contoh di atas, berarti ia sudah wajib mandi ketika hari ke-4, karena mulai hari ini ia sudah dihukumi suci.

Darah lemah tidak kurang dari masa minimum suci, yaitu 15 hari. Syarat ini berlaku apabila darahnya keluar terus-menerus tanpa henti. Tetapi apabila darah tidak terus-menerus (berhenti), maka tidak disyaratkan harus ada 15 hari. Contoh: Seorang wanita melihat darah hitam 10 hari, lalu darah merah 10 hari, lalu darah berhenti. Wanita ini tetap dihukumi haidh pada saat darah kuat walaupun darah lemah, yaitu darah merah kurang dari 15 hari. Karena darah tidak keluar secara terus-menerus.

Darah lemah keluar terus-menerus (tidak bergantian dengan darah kuat). Apabila darah lemah keluar tidak terus-menerus (tetapi begantian dengan darah kuat), maka wanita ini tidak disebut Mumayyizah. Contoh: Seorang wanita melihat darah 1 hari hitam, lalu 1 hari merah, lalu 1 hari hitam, lalu 1 hari merah dan begitu seterusnya. Maka, wanita ini tidak bisa disebut Mumayyizah (tetapi Ghairu Mumayyizahi) karena darah lemah tidak keluar bersambung atau terus-menerus. (Tuhfat al-Muhtâj dan Hawâsyi juz 1 halaman 401).

2.      Darah Kuat dan Darah Lemah

Kuat lemahnya darah dapat diketahui dengan warnanya. Paling kuat warnanya darah adalah hitam, dan termasuk hitam adalah darah yang bergaris-garis hitam. Lalu merah, lalu orange, yaitu antara kuning dan merah. Lalu kuning dan selanjutnya keruh.

Kuat lemahnya darah dapat diketahui juga dengan kekentalan dan bau busuknya (darah kental lebih kuat daripada darah cair dan darah berbau busuk lebih kuat daripada darah yang tidak berbau).

Darah yang mempunyai 3 sifat; warna, kental dan bau busuk, dianggap lebih kuat daripada darah yang mempunyai 2 sifat. Contoh: darah hitam, kental dan berbau busuk lebih kuat daripada darah hitam dan kental. Dan darah yang mempunyai 2 sifat lebih kuat daripada darah yang mempunyai 1 sifat. Apabila kedua darah mempunyai sifat yang sama atau berimbang (seperti hitam cair dan merah kental), maka darah yang dihukumi haidh adalah darah yang keluar pertama. (Tuhfat al-Muhtâj dan Hawâsyi juz 1 halaman 401).

Contoh: Seorang wanita pertama kali mengalami haidh melihat darah 10 hari dengan sifat hitam cair. Dan selanjutnya melihat darah dengan sifat merah dan kental selama 10 hari. Maka yang dihukumi haidh adalah darah 10 hari pertama.

3.      Setelah Darah Kuat, Melihat 2 Darah Lemah

Ketika darah kuat kumpul dengan darah lemah dan darah lebih lemah, maka darah kuat dan darah lemah dihukumi haidh dengan 3 syarat:

a)      Darah kuat harus keluar lebih dulu (pertama). Apabila darah kuat tidak keluar lebih dulu (tapi keluar setelah darah lemah), maka darah lemah tidak bisa dikumpulkan dengan darah kuat. Artinya darah lemah tidak bisa dihukumi haidh seperti darah kuat. Contoh 1: Melihat darah hitam 5 hari, lalu merah 5 hari dan selanjutnya keluar darah kuning terus-menerus. Maka yang dihukumi haidh adalah darah hitam dan darah merah. Sedangkan darah kuning adalah darah istihadhah. Contoh 2: Melihat darah merah 5 hari, lalu  hitam 5 hari dan selanjutnya terus-menerus keluar darah kuning. Maka yang dihukumi haidh adalah darah hitam saja. Sedangkan darah merah yang pertama kali keluar tidak bisa dihukumi haidh karena keluarnya mendahului darah kuat.

b)      Darah lemah harus bersambung dengan darah kuat, bukan darah yang lebih lemah. Jika darah lemah tidak sambung dengan darah kuat, seperti: 5 hari hitam, 5 hari oranye, lalu merah terus-menerus, atau 5 hari hitam, 5 hari kuning, lalu merah terus-menerus, maka dalam dua masalah di atas yang dihukumi haidh cuma darah hitam saja, sebagaimana pendapat ar-Ramli. Tetapi menurut Ibnu Hajar, pada masalah pertama yang dihukumi haidh adalah darah hitam dan orange dan pada masalah yang kedua yang dihukumi haidh adalah darah hitam dan kuning. Dengan demikian, menurut Ibnu Hajar yang bersambung dangan darah kuat tidak harus disyaratkan darah yang lemah, walaupun yang bersambung dengan darah kuat adalah darah yang lebih lemah tetap darah lebih lemah juga dihukumi haidh sebagaimana darah kuat.

c)      Darah kuat dan darah lemah, semuanya harus bisa dihukumi haidh. Artinya, perkumpulan jumlah darah kuat dan lemah tidak melebihi masa maksimum haidh. Maka, jika wanita melihat darah hitam 10 hari, lalu darah merah 6 hari, selanjutnya darah kuning terus-menerus. maka yang dihukumi haidh cuma darah hitam saja. Karena tidak mungkin menjadikan darah hitam dan darah merah sebagai darah haidh dan karena jumlah keduanya melebihi 15 hari. (Mughnî al-Muhtâj juz 1 halaman 113 dan Hâsyiyah Abdul Hamîd ‘ala Tuhfat al-Muhtâj juz 1 halaman 403).

4.      Masalah-masalah Tamyîz

a)      Seorang wanita melihat darah hitam 8 hari, lalu darah merah 8 hari, dan selanjutnya darah hitam 8 hari. Maka yang dihukumi haidh adalah darah hitam pertama.

b)      Seorang wanita melihat darah hitam 7 hari, lalu merah 7 hari dan selanjutnya hitam 7 hari. Menurut Ibnu Hajar, haidhnya adalah 7 hari darah hitam pertama. Sedangkan menurut Ibnu Suraij, haidhnya adalah darah hitam pertama dan merah, sebagaimana pendapat ar-Ramli.

c)      Seorang wanita melihat darah 1 hari hitam, 1 hari merah, 1 hari hitam, 1 hari merah dan seterusnya sampai hari ke-10. Selanjutnya, pada hari ke-11 melihat 1 hari darah hitam, lalu merah terus-menerus. Maka, wanita ini tetap disebut Mumayyizah dan hari yang pertama dan hari yang ke-11 serta hari-hari di antara kuduanya dihukumi haidh. Sedangkan darah merah yang terakhir dihukumi istihadhah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar