F.
Mutahayyirah
yang Ingat Waktu Haidh, Lupa Jumlah Haidh
Wanita ini,
jika ia ingat waktunya haidh dan ia lupa berapa jumlah kadar haidhnya, maka
masa yang diyakini suci dihukumi suci. Dan masa
yang diyakini haidh dihukumi haidh. Sedangkan masa yang dimungkinkan
terjadi haidh dan suci, pada masa ini, wanita ini dihukumi seperti wanita haidh
dalam masalah bersetubuh, memegang mushaf dan membaca al-Quran di selain
shalat, serta dihukumi seperti wanita suci dalam ibadah-ibadah yang membutuhkan
niat. Selanjutnya, waktu yang ada kemungkinan terputusnya darah, ia wajib mandi
setiap akan melakukan shalat fardhu. Namun pada waktu yang tidak ada
kemungkinan teputusnya darah, ia hanya wajib wudhu setiap akan melakukan shalat
fardhu.
Contoh: Seorang
Mutahayyirhah berkata: “Awal haidku adalah permulaan bulan dan aku tidak
ingat selain hal ini.” Maka, awal bulan dihukumi haidh dengan yakin dan ia
wajib mandi setelah masa satu hari ini. Selanjutnya, pada hari ke 2-15, ia
dalam keadaan suci yang masih diragukan, sehingga ia wajib shalat dan mandi
setiap akan melakukan shalat karena pada masa-masa ini dimungkinkan terjadi
putusnya darah. Adapun masa setelah 15 hari sampai akhir bulan adalah dihukumi
suci dengan yakin sehingga hanya wajib wudhu ketika akan shalat.
Contoh lain: Seorang
Mutahayyirah berkata: “Aku tahu bahwa aku menghalami haidh dalam 1 bulan hanya 1
kali dan pada hari ke-6 aku juga mengalami haidh. Maka, hukumnya adalah hari
ke-6 dihukumi haidh dengan yakin, 10 terakhir (tanggal 20-30) dihukumi suci
dengan yakin dan dari hari ke 6-20 adalah masa-masa dimungkinkannya terjadi
terputusnya darah, bukan awal datangnya darah, dan dari hari ke 1-6 kemungkinan
terjadi awal datangnya darah. (Tuhfat al-Muhtâj juz 1 halaman 411 dan al-Majmû’
juz 2 halaman 510-511).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar