Selasa, 23 September 2014

B. Kapan Seorang Wanita Dihukumi Suci



B.    Kapan Seorang Wanita Dihukumi Suci

Sebagaimana seorang wanita dihukumi haidh ketika melihat darah, ia juga dihukumi suci ketika berhentinya darah setelah sampainya darah pada masa minimum haidh. Batasan berhentinya darah adalah jika sepotong kapas dimasukkan ke lubang vagina, maka kapas tadi keluar dalam keadaan bersih, tidak ada sama sekali bekas-bekas darah (tidak terdapat salah satu dari sifat-sifat darah, kalau cuma ada cairan putih, ini juga dihukumi suci).

 (Ketika telah dihukumi suci), maka ia wajib mandi besar, shalat, puasa dan halal untuk dikumpuli. Tetapi, bila nantinya darah keluar lagi, maka sangat jelas bahwa ibadah yang telah dilakukan tadi terjadi pada masa haidh. Dengan demikian, ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan (karena puasanya yang dilakukan ternyata ada dalam masa haidh. Tetapi, ia tidak wajib mengqadha shalat). Dan suami yang terlanjur mengumpulinya tidak dikenai dosa, karena hukum suatu perkara ditentukan melihat dzahirnya keadaan perkara tersebut. Selanjutnya jika darah putus lagi, maka ia dihukumi suci. Begitu seterusnya selama darah tidak melewati masa maksimum haidh (15 hari 15 malam). (Fath al-Jawâd Syarh al-Irsyad juz 1 halaman 56).

Namun, jika seorang wanita telah mempunyai kebiasaan terputusnya darah, lalu kembali keluar darah lagi, maka ia tidak wajib melakukan apapun ketika waktu terputusnya darah, karena secara dzahir haidhnya pada bulan ini sama dengan bulan sebelumnya. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam ar-Rafi’i dan Ibnu Hajar. (Tuhfat al-Muhtâj juz 1 halaman 400).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar