G.
Mutahayyirah
yang Lupa Waktu Haidh, Ingat Jumlah Haidh
Hukum wanita
ini adalah, setiap waktu yang diyakini terjadi haidh diberlakukan semua hukum
haidh. Sedangkan setiap waktu yang diyakini tejadi suci diberlakukan seperti
wanita suci yang istihadhah. Dan setiap waktu yang dimungkinkan tejadi haidh dan
suci dihukumi wajib berhati-hati sebagaimana Mutahayyirah Mutlak.
Selanjutnya,
apabila waktu yang dimungkinkan terjadinya haidh dan suci ini juga mengalami
kemungkinan terputusnya darah, maka ia diwajibkan mandi setiap akan melakukan
shalat fardhu karena ada kemungkinan terputusnya darah sebelum waktu shalat
fardhu. Namun, apabila ia tahu bahwa darahnya terputus pada waktu tertentu,
misalnya pada malam hari atau siang hari, maka ia hanya wajib mandi setiap hari
pada saat waktu itu saja. Dan pada hari ke-2 ia tidak mempunyai kewajiban mandi
sampai tiba waktu mandi seperti hari pertama .
Contoh: Ia
ingat bahwa darahnya putus pada malam hari, maka ia wajib mandi pada malam hari
saja. Sedangkan pada hari ke-2 ia juga tidak wajib mandi sampai malam hari
tiba, baru setelah malam hari tiba ia wajib mandi dan seterusnya.
Hukum di atas
dapat belaku dengan 2 syarat:
1.
Sang wanita
harus mengetahui kadar siklus haidhnya (daur al-haidh). Jika ia berkata:
“Haidhku 15 hari dan awal siklus haidhku adalah hari ini (menyebutkan nama
hari tertentu), tapi aku tidak tahu kadar siklusnya.” Maka, hal-hal yang
diketahui (banyaknya haidh dan awal siklus haidh) tidak mempunyai faedah sama
sekali karena adanya kemungkinan-kemungkinan yang telah disebutkan di atas.
Dengan demikian, wanita ini dihukumi seperti Mutahayyirah Mutlak.
2.
Sang wanita
harus mengetahui permulaan siklus haidhnya. Jika ia tidak mengetahui permulaan
siklus haidhnya, maka ia dihukumi seperti Mutahayyirah Mutlak.
Contoh: Seorang
wanita berkata: “Lama haihdku adalah 15 hari, tapi aku lupa letaknya dalam
siklus haidhku dan aku tidak mengetahui kecuali hal ini.” Maka, masa haidh
yang ia ketahui tidak mempunyai arti sama sekali, karena di dalam setiap waktu
terdapat kemungkinan terjadi haidh, suci dan terputusnya darah. (Tuhfat
al-Muhtâj juz 1 halaman 410 dan al-Majmû’ juz 2 halaman 510-511).
Salah satu
contoh Mutahayyirah yang lupa waktu haidh, ingat bilangan adalah: Seorang wanita
berkata: “Haidhku adalah 6 hari dari 10 hari pertama dalam setiap bulan.”
Maka, hari ke-5 dan 6 adalah masa haidh secara yakin dan dari hari ke 7-10
adalah masa yang dimungkinkan terjadinya putusnya darah. Dengan demikian, ia
wajib mandi setiap akan melakukan shalat fardhu. Sedangkan dari hari ke 1-5
adalah masa dimungkinkan datangnya haidh sehingga ia tidak wajib mandi (pada
masa-masa ini). (Tuhfat al-Muhtâj juz 1 halaman 411).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar